Politik Luar Negeri pada Masa Demokrasi Terpimpin - Politik luar negeri pada masa Demokrasi Terpimpin ditandai dengan usaha keras Presiden Soekarno membuat Indonesia semakin dikenal di dunia internasional melalui beragam konferensi internasional yang diadakan maupun diikuti Indonesia. Tujuan awal dari dikenalnya Indonesia adalah mencari dukungan atas usaha dan perjuangan Indonesia merebut dan mempertahankan Irian Barat. Namun seiring berjalannya waktu, status dan prestis menjadi faktor-faktor pendorong semakin gencarnya Soekarno melaksanakan aktivitas politik luar negeri ini. Efek samping dari kerasnya usaha ke luar Soekarno ini adalah ditinggalkannya masalah-masalah domestik seperti masalah ekonomi. Politik luar negeri Indonesia pada masa ini juga bersifat revolusioner.Presiden Soekarno dalam era ini berusaha sekuat tenaga untuk mempromosikan Indonesia ke dunia internasional melalui slogan revolusi nasionalnya yakni Nasakom (nasionalis, agama dan komunis) dimana elemen-elemen ini diharapkan dapat beraliansi untuk mengalahkan Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme). Dari sini dapat dilihat adanya pergeseran arah politik luar negeri Indonesia yakni condong ke Blok komunis, baik secara domestik maupun internasional.
Hal ini dilihat dengan adanya kolaborasi politik antara Indonesia dengan China dan bagaimana Presiden Soekarno mengijinkan berkembangnya Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia. Alasan Soekarno mengijinkan perluasan PKI itu sendiri adalah agar komunis mampu berasimilasi dengan revolusi Indonesia dan tidak merasa dianggap sebagai kelompok luar.
Dibentuknya Poros Jakarta Peking. Faktor dibentuknya poros ini antara lain, pertama, karena konfrontasi dengan Malaysia menyebabkan Indonesia membutuhkan bantuan militer dan logistik, mengingat Malaysia mendapat dukungan penuh dari Inggris, Indonesia pun harus mencari kawan negara besar yang mau mendukungnya dan bukan sekutu Inggris, salah satunya adalah China. Kedua, Indonesia perlu untuk mencari negara yang mau membantunya dalam masalah dana dengan persyaratan yang mudah, yakni negara China dan Uni Soviet.
Dalam rangka persiapan kekuatan militer untuk merebut kembali Irian Barat, pemerintah RI mencari bantuan senjata ke luar negeri. Pada awalnya usaha ini dilakukan kepada negara-negara Blok Barat, khususnya Amerika Serikat, namun tidak membawa hasil yang memuaskan. Kemudian upaya ini dialihkan ke negara-negara Blok Timur (komunis), terutama ke Uni Soviet. Pada akhirnya dikirimkanya misi yang dipimpin oleh A.H Nasution untuk membeli senjata ke Uni Soviet.
- Presiden Soekarno berusaha menjadikan ajang kejuaraan olahraga untuk menunjukan nama Indonesia di dunia internasional.
- Pembangunan komplek Istora yang terdiri dari Stadion Gelora Bung Karno, Stadion Renang, Stadion Madya, Stadion Tenis dan Gedung Basket
- Memperluas jalan Thamrin, jalan Jenderal Sudirman, dan Jalan Grogol
- Pembangunan jembatan Semanggi
- Pembuatan Televisi Republik Indonesia (TVRI) untuk menayangkan pertandingan Asian Games
Berbagai proyek tersebut salah satu dananya merupakan bantuan dari Uni Soviet. Pelaksanaan Asian Games berlangsung dari 24 Agustus – 4 September 1962. Negara yang mengikuti berjumlah 16 negara. Muncul controversial dimana Indonesia tidak mengundang Israel dan Taiwan. Hal ini menyalahi undang-undang Asian Games Foundation oleh karena itu kemudian Indonesia diskors dalam mengikuti Olimpiade musim panas 1964 di Tokyo. Lima besar negara peroleh medali dalam Asian Games ke-4 yaitu Jepang, Indonesia, India, Filipina dan Korea.
Mundurnya Indonesia dari PBB berujung pada terhambatnya pembangunan dan modernisasi Indonesia karena menjauhnya Indonesia dari pergaulan Internasional. Presiden Soekarno memperkenalkan doktrin politik baru berkaitan dengan sikap konfrontasi penuhnya terhadap imperialisme dan kolonialisme. Doktrin itu mengatakan bahwa dunia terbagi dalam dua blok, yaitu
- Old Established Forces (Oldefo) adalah negara-negara imperialis/kolonialis/kapitalis dan negara negara sedang berkembang yang cenderung pada imperialisme/kolonialis.
- New Emerging Forces (Nefo) yaitu kelompok negara-negara sedang berkembang yang anti imperialis/kolonialis dan sosialis serta komunis. Indonesia temasuk dalam Nefo.
Ganefo merupakan pesta olahraga untuk negara-negara yang termasuk Nefo. Ganefo diadakan atas prakarsa Presiden Soekarno sebagai tandingan dari Olimpiade. Hal ini dilatarbelakangi oleh peristitwa sebelumnya yang mana Indonesia diskors oleh komite Olimpade dikarenakan pada saat Asian Games tahun 1962 di Jakarta, negara Israel dan Taiwan tidak boleh mengikuti pertandingan olahraga tersebut.
Ganefo dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 10-23 November 1963 yang diikuti oleh 53 negara. Penyelenggaraan Ganefo diboikot oleh negara-negara Barat. Meski demikian Ganefo tetap berlangsung. Motto dari Ganefo adalah “Maju Terus Jangan Mundur”. Lima besar perolehan medali pada Ganefo yaitu: Cina, Uni Soviet, Indonesia, Republik Arab Bersatu, dan Korea Utara.
Pelaksanaan Conference of The New Emerging Forces (CONEFO) merupakan gagasan Presiden Soekarno untuk membentuk suatu kekuatan blok baru yang beranggotakan negara-negara berkembang untuk menyaingi blok barat dan blok timur. Conefo merupakan tandingan terhada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada saat itu, Presiden Soekarno menentang PBB dikarenakan PBB justru dikuasai oleh negara adidaya.
Sebagai realisasi dari adanya Conefo, maka Presiden Soekarno melakukan pembangunan gedung Conefo yang diharapkan akan lebih megah dibandingkan dengan markas PBB di New York. Rencananya Conefo akan dilaksanakan pada tahun 1966. Akan tetapi gagal dilaksanakan karena kondisi politik Indonesia tidak menentu pasca adanya peristiwa G 30/S PKI.
Pembentukan federasi Malaysia oleh Inggris dianggap membahayakan Indonesia. Pemerintah Indonesia pada saat itu menentang karena menurut Presiden Soekarno pembentukan Federasi Malaysia merupakan sebagian dari rencana Inggris untuk mengamankan kekuasaanya di Asia Tenggara. Pembentukan Federasi Malaysia dianggap sebagai proyek Neokolonialisme Inggris yang membahayakan revolusi Indonesia. Oleh karena itu, berdirinya negara federasi Malaysia ditentang oleh pemerintah Indonesia. Pada 3 Mei 1964 Presiden Soekarno mengucapkan Dwi Komando Rakyat (Dwi Kora) yang isinya:
Bantu perjuangan revolusioner rakyat-rakyat Manila, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunai untuk membubarkan negara boneka Malaysia
Untuk menjalankan konfrontasi Dwikora, Presiden Soekarno membentuk Komando Siaga dengan Marsekal Madya Oemar Dani sebagai Panglimanya. Puncak ketegangan terjadi ketika Malaysia ditetapkan sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB.
Ditetapkannya Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, menyulut kemarahan Indonesia. Hingga akhirnya pada 15 September 1965 Indonesia keluar dari PBB karena Soekarno beranggapan bahwa PBB berpihak pada Blok Barat. Berikut ini merupakan alasan Indonesia keluar dari PBB:
- Presiden Soekarno menganggap bahwa markas PBB (New York) tidak netral. Seharusnya diluar blok Amerika dan blok Uni Soviet
- PBB dianggap lamban dalam menyikapi konflik antara negara
- Adanya hak veto yang dimiliki oleh lima negara yakni Amerika Serikat, Inggris, Uni Soviet (Rusia) Perancis dan Cina mencerminkan dominasi negara tertentu
- Banyak kebijakan yang menguntungkan negara-negara Barat.