Sejarah Lengkap Demokrasi Liberal

Sejarah Lengkap Demokrasi Liberal – Robert A. Dahl, dalam studinya yang terkenal, mengajukan lima criteria bagi demokrasi sebagai sebuah ide politik (Robert A. Dahl, 1985). Yaitu : (1) Persamaan hak pilih dalam menentuka keputusan kolektif yang mengikat; (2) partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga Negara dalam preses pembuatan keputusan secara kolektif; (3) pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis; (4) kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan eksklusif bagi masyarakat untuk menentukan agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses pemerintahan, termasuk mendelegasikan kekuasaan itu pada orang lain atau lembaga yang mewakili masyarakat; (5) Pencakupan, yaitu terliputnya masyarakat mencakup orang dewasa, dalam kaitannya dengan hukum.  Dalam definisinya ini Dahl, tampak mementingkan keterlibatan masyarakat dalam proses formulasi kebijakan, dan adanya pengawasan terhadap kekuasaan dan dijaminnya persamaan perlakuan Negara terhadap semua warga Negara sebagai bagian dari unsur-unsur demokrasi. 
Definisi demokrasi yang sejalan dengan Dahl datang dari April Carter, William Ebenstein dan Edwin Fogelman. Carter mendefinisikan demokrasi secara ringkas, padat, dan tepat sebagai “membatasi kekuasaan”. (April Carter, 1985:25) Seperti yang sudah dijelaskan diatas, pada masa demokrasi Liberal hampir semua elemen demokrasi dapat ditemukan, contohnya : 1. Lembaga perwakilan rakyat memainkan peranan yang sangattinggi dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen diperlihatkan dengan sejumlah mosi tidak percaya kepada pemerintah, yang mengakibatkan cabinet harus meletakkan jabatannya. Hal ini terlihat dalam seringnya kabinet berganti-ganti, hampir satu kabinet, hanya bertahan selama kurang lebih satu tahun saja. 2. Akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi pada umumnya sangat tinggi. Hal ini dapat terjadi kerena berfungsinya parlemen dan juga sejumlah media massa sebagai alat kontrol sosial. 3. Kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sebesarbesarnya, untuk berkembang. Ada hampir 40 partai politik yang dibentuk dengan tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses rekruitmen, campur tangan pemerintah tidak ada sama sekali. 4. Pelaksanaan pemilu tahun 1955, dilakukan dengan prinsip demokrasi. 5. Masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak dikurangi sama sekali, sekalipun tidak semua warga Negara dapat merasakannya dengan maksimal (Afan Gaffar,2001:30) Pada masa demokrasi liberal dalam Indonesia, susunan kabinet yang menjalankan roda pemerintahan Indonesia, adalah sebagai berikut:

KABINET NATSIR (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Kabinet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950, dengan Mohammad Natsir (Masyumi) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi,dan juga merupakan kabinet koalisi di mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen tidak turut serta, karena tidak diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini pun sesungguhnya merupakan kabinet yang kuat pormasinya di mana tokoh–tokoh terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr.Asaat,Ir.Djuanda, dan Prof Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo Program pokok dari Kabinet Natsir adalah:  1. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman. 2. Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan. 3. Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang. 4. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat. 5. Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat. Keberhasilan yang pernah dicapai oleh Kabinet Natsir: 1.  Di bidang ekonomi, ada Sumitro Plan yang mengubah ekonomi kolonial ke ekonomi nasional. 2. Indonesia masuk PBB 3.  Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat. Sementara kendala/masalah yang dihadapi selama kabinet Natsir adalah sebagai berikut: 1.  Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan belanda mengalami jalan buntu (kegagalan) 2.  Pada penerapan Sumitro Plan, pengusaha nasional diberi bantuan kredit, tetapi bantuan itu diselewengkan penggunanya sehingga tidak mencapai sasaran 3.  Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disampaikan kepada parlemen tanggal 22 Januari 1951 dan memperoleh kemenangan, sehingga pada tanggal 21 Maret 1951 Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
KABINET SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)
Setelah Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada presiden, presiden menunjuk Sartono (Ketua PNI) menjadi formatur. Hampir satu bulan beliau berusaha membentuk kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi. Namun usahanya itu mengalami kegagalan, sehingga ia mengembalikan mandatnya kepada presiden setelah bertugas selama 28 hari (28Maret-18 April 1951).Presiden Soekarno kemudian menunjukan Sidik Djojosukatro ( PNI ) dan Soekiman Wijosandjojo ( Masyumi ) sebagai formatur dan berhasil membentuk kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet Soekiman ( Masyumi )- Soewirjo ( PNI ) yang dipimpin oleh Soekiman.      Program pokok Kabinet Sukiman adalah sebagai berikut. 1.  Menjamin keamanan dan ketentraman 2.  Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani. 3.  Mempercepat persiapan pemilihan umum. 4.  Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya. 5.  Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh.Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Soekiman yaitu tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program      Natsir hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut. 1.  Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika. Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia  yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat. 2.  Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah. 3.  Masalah Irian barat belum juga teratasi. 4.  Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan. pemerintah menghadapi     pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.  Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto ( PNI ) dan Prawoto Mangkusasmito ( M asyumi ) menjadi formatur, namun gagal. Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo, sehingga bernama kabinet Wilopo. Kabinet ini mendapat dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI. Program pokok dari Kabinet Wilopo adalah: 1.  Program dalam negeri: (a) Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD), (b)  Meningkatkan kemakmuran rakyat, (c) Meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan. 2.  Program luar negeri: (a) Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, (b) Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, (c) Menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif Kabinet ini tidak mempunyai prestasi yang bagus, justru sebaliknya banyak sekali kendala yang muncul antara lain sebagai berikut. 1.  Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barangbarang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat. 2.  Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras. 3.  Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang. 4.  Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952.  Peristiwa tanggal 17 Oktober 1952, merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan
KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang   dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan.  Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu TNI-AD yang  dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak, dan muncullah mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan mengecam kebijakan KSAD.Intiperistiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Sukarno agar membubarkan kabinet.
Selain itu,munculnya peristiwa Tanjung Morawa merupakan sebuah peristiwa penting pada masa Kabinet Wilopa. Peristiwa ini mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia, dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya, sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI, akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh. Intinya peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.
KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet keempat adalah kabinet Ali Sastroamidjojo,yang terbentuk pada tanggal 31 juli 1953. betapapun kabinet ini tanpa dukungan masyumi, namun kabinet Ali ini mendapat dukungan yang cukup banyak dari berbagai partai yang diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai baru NU. Kabinet Ali ini dengan Wakil perdana Menteri Mr. Wongsonegoro (partai Indonesia Raya PIR). Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo I adalah: 1.  Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu. 2.  Pembebasan Irian Barat secepatnya. 3.  Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB. 4.  Penyelesaian Pertikaian politik. Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo I yaitu. 1.  Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955. 2.  Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955. 3.  Konferensi Asia-Afrika I ini disenggarakan di bandung pada tanggal 18-24 April 1955. Konferensi dihadiri oleh 29 negara–negara Asia dan Afrika,terdiri 5 negara pengundang dan 24 negara yang diundang.  Konferensi Asia – Afrika I ini menghasikanbeberapa kesepakatan yaitu : Basic peper on Racial Discrimination dan basic peper on Radio Activity. Kesepakatan yang lain terkenal dengan dasa sila bandung, dengan terlaksananya Konferensi Asia Afrika I merupakan prestasi tersendiri bagi bangsa indonesia.  Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut. 1.  Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh. 2.  Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD   menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru. 3.  Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan. 4.  Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. 5.  Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya. Pada akhirnya NU, menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 24 Juli 1955.
KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Kabinet Ali selanjutnya digantikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap. Burhanuddin Harahap berasal dari Masyumi., sedangkan PNI membentuk oposisi. Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah: 1.  Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah. 2.  Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru. 3.  Masalah desentralisasi, inflasi,pemberantasan korupsi. 4.  Perjuangan pengembalian Irian Barat. 5.  Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif. Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh KabinetBurhanuddin Harahap yaitu. 1.  Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955  (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi, dan menghasilkan 4  partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI2.  Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda. 3.  Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer. 4.  Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin. 5.  Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955, yang mana menjadi penyebab kegagalan dari kabinet Ali dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955. Kendala atau masalah yang dihadapi oleh kabinet ini adalah banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan.  Dengan berakhirnya pemilu, maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Ali Sastroamijoyo kembali diserahi mandat untuk membentuk kabinet baru pada tanggal 20 Maret 1956. Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.    Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah: 1.  Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut. (a) Perjuangan pengembalian Irian Barat, (b)  Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD, (c)  Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai, (d) Menyehatkan perimbangan keuangan negara, dan (e)  Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat. 2.  Pembatalan KMB. 3.  Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif. 4.  Melaksanakan keputusan KAA.     Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah kabinet ini mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut. 1.  Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat. 2.  Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara. 3.  Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya. 4.  Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di  Indonesia.  Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang kuat  ekonominya.  Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha Nasional. 5.  Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer. Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)

Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik. Dipimpin oleh Ir. Juanda.  Program pokok (Panca Karya) dari Kabinet Djuanda adalah: (1)  Membentuk Dewan Nasional, (2) Normalisasi keadaan Republik Indonesia, (3)  Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB, (4)  Perjuangan pengembalian Irian Jaya, dan (5) Mempercepat proses Pembangunan. Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi   masalah ekonomi serta keuangan yang sangat buruk. Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Djuanda yaitu: 1.  Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan  merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat. 2.  Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada  dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin. 3.  Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI. 4.  Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut: 1.  Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta. 2.  Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya. 3.  Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat   sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957.  Peristiwa Cikini, menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan Negara. Kabinet Djuanda berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.[gs]