Indoonesia Pada Masa Revolusi

Indoonesia Pada Masa Revolusi - Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan Negara, dan bertujuan untuk menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Sisitem pemerintahan Negara Indonesia, menurut UUD 1945 adalah Sistem Pemerintahan Presidensial (Sistem Kabinet Presidensial), dan yang bertanggung jawab terhadap jalannya pemerintahan adalah preseiden. Presiden dibantu para menteri dan bertanggung jawab kepada presiden. Presiden merupakan Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dan juga bertanggung jawab kepada MPR.  Sistem Pemerintahan Presidensial, kemudian dirubah dengan sisitem pemerintahan Parlementer. Perubahan ini diawali dengan petisi yang diajukan oleh Sutan Sjahrir, dkk, yang berisi desakan untuk merubah sistem pemerintahan menjadi Parlementer. Karena desakan tersebut, diadakannlah sidang pertama Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yang membahas tentang sistem pemerintahan RI dan juga badan-badan pembantunya (karena pada saat itu, belum terbentuk MPR dan DPR). Tuntutan Syahrir, dalam sidang KNIP adalah meningkatkan fungsi KNIP sebagai badan legislatif. Sidang ini berjalan dengan sangat gaduh, tetapi dapat dihasilkan rekomendasi perluasan tugas dan wewenang KNIP, yang tercermin pada Maklumat Wakil Presiden Nomer X tanggal 16 Oktober 1945. Dan tanggal 17 Oktober 1945, diangkat ketua BP-KNIP yaitu Syahrir dan mengesahkan sistem ketatanegaraan RI menjadi Sistem Parlementer.
Agenda kedua Sjahrir, adalah mendorong pembentukan partai-partai politik sebanyak-banyaknya, sebagai sarana penyaluran aspirasi dan paham Sistem Parlementer. Usulan tersebut mendapat persetujuan dari KNIP dan disetujui oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah No 3, tanggal 3 November 1945. Maklumat tersebut menandai terbentuknya banyak partai politik pada periode tahun November 1945 sampai Januari 1946. Pergolakan dalam penentuan Sistem pemerintah di pusat (Jakarta), dibayang-bayangi oleh keadaan sosial politik Indonesia yang masih rawan. Keinginan Belanda (NICA), yang masih ingin menguasai Indonesia menjadi tantangan tersendiri untuk kestabilan RI. Keinginan NICA tersebut, memicu serangkaian perlawanan bersenjata di berbagai tempat, berikut beberapa perlawanan di daerah. 

Peristiwa Heroik di Surabaya,salah satu peristiwa perlawanan di Surabaya adalah insiden bendera di Surabaya yang diawali dengan pendaratan tentara  Sekutu dan NICA di Surabaya. Belanda dan Sekutu yang mendarat di Surabaya menginginkan Hotel Yamato dijadikan markas  tentara Belanda, dan bendera yang ada diatas hotel diganti dengan bendera Belanda. Tindakan Belanda  tersebut, menimbulkan  kemarahan rakyat  Surabaya, dengan gagah berani, arek-arek Surabaya menyerbu Hotel Yamato  untuk menurunkan  bendera Belanda . Setelah sampai di atas, bendera Belanda dirobek yang warna birunya  lalu dikibarkan  kembali  sebagai bendera  Merah Putih. Peristiwa yang lainnya adalah, tentara Sekutu telah membebaskan  orang-orang Belanda  yang ditahan   di penjara Kalisosok. Mereka  juga  menduduki Pakalan Udara Tanjung Perak dan Gedung Internatio.
Melihat ulah tentara  Sekutu, maka rakyat  mulai mengadakan  perlawanan, dalam peristiwa tersebut mengakibatkan tewasnya Brigjen Mallaby, oleh karena itu, pihak Inggris  dibawah pimpinan EC. Mansergh mengeluarkan  ultimantum agar tentara  dan para pemuda  Surabaya menyerah paling lambat pukul 06.00 pada tanggal 10 November 1945.  Ternyata ultimatum dari Inggris itu dipedulikan. Sehingga Inggris naik pitam dan segera melancarkan  serangan besar-besaran  di Kota Surabaya. Untuk mengenang peristiwa heroik di Surabaya itu, setiap tanggal 10 November  selalu diperingati  sebagai  Hari Pahlawan. Sebagai  peringatan Kota Surabya, maka dibangunlah Tugu Pahlawan.Pertempuran Ambarawa, diawali dengan Sekutu yang ingkar janji dan menyalahi tugasnya. Tentara Sekutu bersama tentara NICA telah melakukan teror dan menindas penduduk, di Magelang. Oleh karena itu, timbullah perlawanan dari TKR dan para pejuang Para pejuang kita yang dipimpin oleh Imam Adrongi dan Letkol M. Sarbini telah melakukan perlawanan. Pada tanggal 23 November 1945, terjadilah pertempuran yang sengit antara tentara  Sekutu yang didukung NICA dengan para pejuang RI. Dalam serangan ini, Letkol Isdiman yang baru saja diserahi pimpinan tempur gugur  tertembak oleh pasukan  musuh. Tampillah Kolonel Sudirman Panglima Devisi  Banyumas untuk memimpin serangan ke Ambarawa, menggantikan Letkol Isdiman. Sudirman merencanakan untuk menggunakan taktik  supit urang, untuk menyerang  Sekutu. Pada tanggal 12 Desember 1945 sekitar pukul 04.30, serangan KolonelSudirman  dilancarkan. Kota Ambarawa  dikepung sehingga Sekutu terdeasak dan bertahan  di Benteng  Willem. Oleh karena  terus terdesak, pada tanggal 15 Desember 1945, Sekutu meninggalkan Ambarawa menuju Semarang. Perginya  Sekutu dari Ambarawa  menandai telah berkahirnya  Pertempuran  Ambarawa. Untuk mengenang peristiwa itu di  Ambarawa didirikan  Monumen  Palagan Ambarawa, dan pada tanggal 15 Desember dijadikan sebagai hari Infanteri Bandung Lautan  Api, pada tanggal 17 Agustus 1945, pasukan Sekutu memasuki  Kota Bandung. Tanpa  menghiraukan penduduk, pasukan Sekutu yang dibantu oleh NICA mulai menduduki daerah Bandung Utara. Pertempuran terjadi diberbagai tempat di sekitar pabrik kina di Jalan Riau, Hotel  Preanger. Pada tanggal  28 November 1945, terjadi lagi pertempuran sengit  di Gedung Sate . Para Pemuda membakar ruamh-rumah orang Belanda, hal itu mengakibatkan tentara Sekutu naik pitam dan melancarkan serangan bom dari udara. Pada  tanggal 23 Maret 1946, Sekutu  kembali mengeluarkan ultimatum. Sekutu memerintahkan kepada TRI dan penduduk  untuk mengosongkan seluruh Kota Bandung dan mundur ke luar kota. Untuk menghindari jatuh korban, pemerintah RI menyetujui pengosongan  Kota Bandung. Kota Bandung kemudian di bakar sehingga menjadi “Lautan Api”.  Bahkan, markas-markas TRI juga dibakar oleh anggota TRI yang akan meninggalkan tempat. Inilah pengorbanan perjuangan. Peristiwa  itulah yang kita kenal dengan  Bandung Lautan Api. Peristiwa  Medan Area, pada tanggal 9 Oktober 1945, pasukan Inggris atas nama Sekutu telah mendarat di Sumatera Utara. Pasukan Sekutu ini dipimpin oleh T.E.D. Kelly, pasukan Sekutu ini juga diikuti oleh tentara NICA. Pada awalnya kedatangan mereka  disambut oleh tokoh dan masyarakat di Sumatera Utara. Akan tetapi, tindakan tentara Sekutu menyakitkan rakyat. Seorang oknum penghuni hotel menginjak-injak  lencana merah putih, akibatnya, hotel diserang oleh para pemuda sehingga timbul banyak korban. Peristiwa ini menjadi awal terjadinya pertempuran Medan Area. Tentara Sekutu melancarkan aksi militer secara besar-besaran,serangan diawali pada tanggal 10 Desember 1945, rakyat pun melukukan perlawanan sekuat tenaga. Puputan  Margarana, Seperti daerah lainnya, rakyat Bali juga berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan kemerdekaan dan merebut kekuasaan dari Belanda.  Ternyata  sejak Maret 1946, Belanda sudah menduduki beberapa tempat di Bali. I Gusti Ngurah Rai kembali ke Bali untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Ngurah Rai mendapat bantuan  dari TRI – Laut dengan pimpinan Kapten Markadi. Dalam perjalanan menyeberangi  Selat Bali telah terjadi pertempuran laut antara pasukan Ngurah Rai  dengan patroli Belanda. Pertempuran juga terjadi di  Cekik dekat Gilimanuk, Bali. Ngurah Rai terus berjuang sekuat tenaga  untuk mengusir Belanda, dengan melakukan long march dari kota  atu ke kota lain, dan  melancarkan serangan–serangan  terhadap Belanda. Pada tanggal 18 November 1946, tentara Ngurah Rai ( yang  dikenal Pasukan  Cing Wanara ) mulai menyerang Tabanan dan berhasil. Belanda segera mengerahkan kekuatannya dari Bali dan Lombok, kekuatan yang tidak seimbang pasukan Ngurah Rai  kemudian melakukan Perang Puputan (Pertempuran habis-habisan). Pertempuran terjadi di Margarana dan dimulai pada tanggal 20 November 1946. Dalam pertempuran tersebut, pada tanggal 29 November,Ngurah Rai gugur sebagai kusuma bangsa. Peristiwa  Merah Putih di Minahasa, seperti di daerah lain, rakyat Minahasa melakukan mempertahankan kemerdekaan dari tangan Belanda. Pada awal September 1945, tentara Sekutu yang diwakili tentara Australia mendarat di Minahasa. Kedatangan mereka diikuti oleh tentara NICA, dan segera melancarkan aksinya untuk menegakkan kembalikekuatannya. Sekutu dan NICA kemudian mengeluarkan perintah larangan pengibaran bendera Merah Putih, tetapi larangan tersebut tidak dihiraukan rakyat. Dengan semboyan “hidup atau mati”, rakyat Minahasa tetap akan mempertahankan berkibarnya Sang Saka Merah Putih di Tanah Minahasa. Akhirnya, bentrokkan dan pertempuran antara rakyat Minahasa melawan tentara Sekutu dan NICA tidak dapat dihindarkan. Bentrokkan terjadi di Tondano dan Tomohon. Pihak musuh cukup kuat karena persenjataannya lengkap. Oleh karena itu, perjuangan rakyat Minahasa dilanjutkan dengan perjuangan melalui bawah tanah. Pertempuran Rakyat Makassar, pada bulan Desember 1946, Belanda mengirimkan pasukan ke Makassar di bawah pimpinan Kapten Raymond Westerling. Pasukan Westerling bertindak kejam. Pasukan Westerling banyak melakukan pembunuhan terhadap rakyat Makassar, akibatnya terjadi perlawanan rakyat Makassar kepada Belanda. Perlawanan di pimpin oleh Wolter Monginsidi, akan tetapi Wolter Monginsidi berhasil ditangkap Belanda  dan kemudian dijatuhi hukuman mati. Selain dengan kekuatan senjata, perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya juga dilakukan dengan jalan perundingan atau diplomasi. Perundingan Linggarjati Perang yang terjadi antara para pejuang dengan tentara sekutu yang diboncengi oleh NICA, telah menimbulkan banyak korban. Melihat kondisi tersebut para pemimpin dari kedua pihak berusaha untuk mencari jalan damai dengan melakukan perundingan. Atas dasar prakarsa Lord Killearn pada 10 November 1946 disepakati persetujuan Linggarjati (Cirebon) yang isinya : 1. Belanda mengakui secara De Facto kekuasaan RI atas Jawa, Sumatra, dan Madura. 2.Pemerintah RI dan Belanda bekerja sama membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). 3. Negara Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sutan Syahrir sedangkan Belanda dipimpin oleh Prof. Schermerhorn, Van Poll, dan De Boer. Penandatanganan persetujuan dilakukan pada 25 Maret 1947.
Perundingan Renville
Persetujuan Linggarjati merugikan bangsa Indonesia dan menimbulkan perbedaan penafsiran di antara keduanya. Sementara itu, Belanda dengan berbagai cara berusaha untuk melemahkan kekuatan Republik Indonesia. Pada 8 Desember 1947, delegasi perjanjian renville Indonesia dipimpin PM. Amir Syarifudin, sedangkan Belanda dipimpin R. Abdulkadir Wijoyoatmojo.isi perjanjian Renville : (1) Belanda tetap berdaulat atas wilayah RI sampai kedaulatannya diserahkan kepada RIS yang segera di bentuk, (2) RIS sejajar dengan Belanda dalam Uni Indonesia – Belanda, (3) Republik Indonesia merupakan bagian dari RIS, (4) Pasukan Republik Indonesia yang berada di daerah Kantong (Daerah yang berada dibelakang garis Van Mook) harus ditarik ke wilayah RI, (5) Adanya penghentian tembak-menembak disepanjang garis van mook, dan (6) Penghentian tembak-menembak dikuti dengan peletakkan senjata dan pembentukan daerah kosong militer. Perjanjian Renville menempatkan Republik Indonesia pada kedudukan yang sangat sulit. Wilayah Indonesia semakin sempit karena pendudukan Belanda. Dan dipersulit dengan adanya blokade yang dilancarkan Belanda. Perjanjian Roem – Royen Perjanjian ini dimulai pada tanggal 14 April1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum KMB di Den Haag  Hasil pertemuan ini adalah: 1) Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya, 2) Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri KMB, 3) Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta, 4) Angkatan bersenjata Belanda akanmenghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang.
Konferensi Meja Bundar (KMB)
Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah sebuah titik terang bagi bangsa Indonesia untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan dari Belanda, menyelesaikan sengketa antara Indonesia-Belanda, dan berusaha menjadi negara yang merdeka dari para penjajah. Konferensi Meja Bundar (KMB) dibuka secara resmi di Ridderzaal, Den Haag, Belanda pada tanggal 23 Agustus 1949. Berikut ini adalah delegasi-delegasi yang menghadiri KMB: Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, Delegasi BFO  dipimpin oleh Sultan Hamid II, Delegasi UNCI dihadiri oleh Chritchley, Merle Cochran, dan Heermans,
Delegasi Belanda dipimpin oleh J.H. van Maarseveen. KMB ini dipimpin oleh PM. Belanda, W. Dress dari tanggal 23 Agustus sampai dengan tanggal 2 November 1949. KMB ini berlangsung malalui perdebatan yang panjang. Akhirnya, setelah melalui perundingan yang berlarut-larut pada tanggal 2 November 1949 tercapailah persetujuan KMB. Berikut ini adalah hasil persetujuan yang telah dicapai dalam KMB:
  1. Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat selambatlambatnyapada tanggal 30 Desember 1949.
  2. Masalah Irian Barat akan diselesaikan dalam waktu satu tahun sesudah pengakuan kedaulatan.
  3. Akan didirikan Uni Indonesia Belanda berdasarkan kerja sama.
  4. Pengembalian hak milik Belanda oleh RIS dari pemberian hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan.
  5. RIS harus membayar segala utang Belanda yang diperbuatnya sejak tahun 1942.


 Untuk menindaklanjuti hasil KMB maka tanggal 16 Desember 1949 Ir. Soekarno dilantik sebagai presiden RIS, dan pada tanggal 17 Desember 1949 diambil sumpahnya. Pada tanggal 20 Desember 1949, Presiden Soekarno membentuk kabinet RIS yang dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta sebagai perdana menterinya.  Pada tanggal 23 Desember 1949, delegasi RIS yang dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta berangkat ke Belanda untuk menandatangani naskah pengakuan kedaulatan RI daripemerintah Belanda. Upacara penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan tersebut dilakukan pada waktu yang bersamaan, baik di Indonesia maupun di Belanda yaitu pada tanggal 27 Desember 1949. Dengan ditandatanganinya naskah penyerahan kedaulatan maka secara formal Belanda telah mengakui kemerdekaan Indonesia dan mengakui kedaulatan penuh negara Indonesia di seluruh bekas wilayah Hindia Belanda (kecuali Irian Barat).[gs]