Sejarah Lengkap Demokrasi Terpimpin - Sejak berakhirnya Pemilu 1955, Presiden Soekarno sudah menunjukkan gejala ketidak senangnya kepada partai-partai politik. Hal ini dikarenakan, partai politik lebih mementingkan kepentingan ideologinya sendiri, dari pada kepentingan politik Nasional. Demokrasi terpimpin merupakan kebalikan dari masa demokrasi parlementer. Demokrasi pada saat demokrasi terpimpin merupakan perwujudan dari kepentingaan dan kehendak presiden sebagai satu-satunya institusi yang paling berkuasa di Indonesia.  Dalam pidato pada peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus 1956, Soekarno kemudian menguraikan tentang ide demokrasi Terpimpin yang dinamakan Manifesto Politik, yang disingkat dengan Manipol. Manipol berisi seruan untuk dibangkitkannya kembali semangat revolusi dan perlunya dilengkapi Lembaga dan Organisasi Negara demi Revolusi. Idiologi yang saat itu masih belum jelas, ditambahkan kata Usdek, yang merupakan akronim dari UUD 1945, Sosialisme ala Indonesia, DemokrasiTerpimpin, ekonomi terpimpin, dan kepribadian Indonesia. Pelaksanaan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tersebut, mendapat dukungan dari kalangan militer, Kasad Jenderal Nasution dalam perintah hariannya , menginstuksikan kepada seluruh jajaran TNI-AD untuk melaksanakan
dan mengamankan Dekrit tersebut.  Hal pertama yang dilakukan Prsiden Soekarno adalah, menyusun Kabinet Kerja. Kabinet Kerja I dipimpin oleh Presiden Soekarno dengan mengangkat Ir. Djuanda sebagai menter pertama. Anggota Kabinet Kerja I dilantik pada tanggal 19 Juli 1959 dengan program kerjanya yang dikenal dengan Tri Program Kabinet Kerja, yang meliputi masalah sandang dan pangan. serta keamanan dan pengambilan Irian Barat. program ini dijalankan bersama dengan program yang diuraikan Presiden pada tanggal 17Agustus 1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita yang selanjutnya dikenal sebagai Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol). Pidato ini oleh DPAS diusulkan menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan pada akhimya ditetapkan dalam Tap MPRS No. I/MPRS/1960 yang berintikan USDEK yaitu UUD 1945, sosialis Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan Kepribadian Indonesia. Selain itu Presiden juga menyusun Lembaga-lembaga Negara. Pada tanggal 22 Juli 1959 keluar penetapan Presiden No. 1 tahun 1959 yang menetapkan bahwa sebelum terbentuk DPR berdasarkan UUD 1945, maka DPR yang telah C bentuk berdasarkan Ulu no. 37 tahun 1953 menjalankan tugasnya sebagai DPR. Tetapi penolakan DPR terhadap RAPBN tahun 1960 mengakibatkan Presiden membubarkan lembaga tersebut berdasarkan penetapan Presiden No. 3 Tahun 1960, tanggal 5 Maret 1960. Pada tanggal 24 Juni 1960 DPR diganti dengan DPR GR yang anggotanya berasal dari tiga partai besar (PNI, NU, PKI). Ketiga partai ini dianggap telah mewakili semua golongan seperti nasional, agama dan Komunis yang sesuai dengan konsep Nasakom. DPAS dipimpin oleh Presiden dan Roeslan AbdulGani sebagai wakil ketuanya. MPRS dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 tahun 1959 yang diketahui oleh Chaerul Shaleh, dan pada tanggal 10 November - 7 Desember 1960 mengadakan Sidang Umum pertama di Bandung. Disamping dua ketetapan di atas MPRS juga mengangkat Presiden Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi. Dalam bidang ekonomi dipraktekkan sistem ekonomi   Terpimpin, Presiden Soekarno secara langsung terjun dan mengatur perekonomian yang terpusat pada pemerintah pusat. Sistem ekonomi mengarah pada sistem ekonomi etelisme, yang menyebabkan menurunnya kegiatan ekonomi. Pada akhirnya keadaan perekonomian mengalami invlasi yang cukup parah. Pada akhir tahun 1965 inflasi telah mencapai 650 persen. Terjadinya inflansi dikarenakan Negara tidak dapat mengendalikan peredaran uang dan tidak dapat menahan diri untuk tidak mengeluarkan uang, khususnya untuk mendanai pembangunan penyelenggaraan proyek mercusuar, seperti Games of The New Emerging Forces (Ganefo) dan Conference of The New Emerging Forces (Conefo) Pada awal pelaksanaan Demokrasi terpimpin, Indonesia cukup berperan aktif dalam menciptakan perdamaian dan hubungan Internasional. Hal ini tampak pada kebijakan-kebijakan presiden dalam politik luar negerinya, antara lain sebagai berikut : Ikut ambil bagian dalam upaya  perdamaian di Kongo dengan mengirimkan Misi Garuda II yang bergabung dengan pasukan perdamaian PBB yang bernama United Nations Operation of Congo (UNOC). Pada tanggal 30 September 1960, presiden Soekarno berpidato dalam sidang umum PBB yang -ienguraikan tentang Pancasila, perjuangan merebut Irian Barat, Kolonialisme, meredakan ketegangan dunia Timur dan Barat serta usaha memperbaiki orgianisasi PBB. Pidato presiden Soekarno ini berjudul To Build The World a New ( membangun dunia baru ) Ikut memprakarsai berdirinya Gerakan Nonblok Berhasil menyelenggarakanpesta olah raga bangsa-bangsa Asia (Asian Games IV) di Jakarta 24 4September 1962. Akan tetapi hubungan Indonesia dengan negara-negara Barat semakin merenggang setelah Barat bersifat pasif dalam masalah pengembalian Irian Barat kepada Indonesia. Sebaliknyahubungan dengan negara-negara sosialis komunis erat, karena Uni Soviet bersedia memberi kredit dalam pembelian peralatan militer. Politik luar negeri bebas-aktif diganti dengan politik luar Negeri poros Jakarta - Pnom Pghen-Peking. Presiden Soekarno mempertentangkan Nefo - Oldefo Indonesia dengan negara-negara Komunis termasuk dalam Blok Nefo (New Emerging Forces) terdiri dari negara-negara Eropa Barat, Inggris dar Amerika Serikat. Sebagai bagian terhadap aksi menentang oldefoIndonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap membahayakan eksistensi Indonesia dan negara-negara Blok Nefo.  

Dalam rangka konfrontasi tersebut, Presiden Soekarno mengucapkan Dwi Komando Rakyat (DWIKORA) pada tangg 3 Mei 1964 yang isinya sebagai berikut :
  1. Perhebat Ketahanan revolusi Indonesia
  2. Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Malaysia


Pelaksanaan Dwikora diawali dengan pembentukan Siaga di bawah pimpinan Marsek Omar Dahi, yang bertugas mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat. Hal ini menunjukkan adanya  campur tangan Indonesia terhadap masalah-masalah negeri Malaysia. Terpilihnya Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pukulan berat bagi lndonesia sehingga PBB dianggap telah dikuasai oleh kekuatan Blok Aldefo, dan pada  tanggal 7 Januari 1965 Indonesia menyatakan ke luar dari keanggotaan PBB.  Aksi upaya damai untuk mengakhiri konfronta Indonesia - Malaysia dilakukan dengan menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tiga negara, meliputi Indonesia, Filipina dan Malaysia di Tokyo, tetapi tidak rnemperoleh kesepakatan.  Kegiatan lainnya dalam Politik Luar Negeri Indonesia, pada masa Demokrasi Terpimpin, adalah dibentuknya Poros Jakarta, Phnom Penh, Hanoi, Peking (Beijing), dan Pyong Yang sebagai poros dari Negara-Negara anti imperialism dan kolonialisme. Politik poros ini, menimbulkan dampak bagi Indonesia, yaitu, ruang gerak diplomasi di forum internasional menjadi sempit, terjadi penyimpangan secara prinsipil dari dasar-dasar politik luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif, dan memasukkan Indonesia ke dalam lingkungan strategis politik Tiongkok. Kedekatan dengan Tiongkok, melalui persekutuan Jakarta-Tiongkok diresmikan pada bulan Januari 1965 saat Subandrio sebagai menteri Luar Negeri mengadakan kunjungan ke China. Perdana Menteri Zhou Enlai sempat menawarkan persenjataan untuk mempersenjatai milisi rakyat, sebagai kekuatan baru, yang mungkin dapat diorganisasi oleh PKI. Hal ini pula yang membuat Aidit, mengusulkan kepada Soekarno agar dibentuk angkatan kelima, yang terdiri dari golongan buruh dan tani yang dipersenjatai. Hal ini tentu saja, mendapat tantangan dari pihak Angjatan Darat. Pada tanggal 27 September 1965, Jenderal Ahmad Yani akhirnya mengumumkan bahwa AD menentang pembentukan Angkatan kelima. Puncak peristiwa yang kemudian akan mengubah konstelasi politik Indonesia, selanjutnya adalah peristiwa terjadinya percobaan kudeta di Jakarta, Gerakan 30 September 1965. [gs]