Sejak pengeboman Pearl Harbour oleh angkatan Perang Jepang pada 8 Desember 1941, serangan terus dilancarkan terhadap angkatan laut Amerika Serikat di Pasifik. Serangan-serangan itu seolah-olah tak dapat dibendung oleh Amerika Serikat. Pasukan Jepang berhasil menghancurkan basis-basis militer Amerika seperti di Filipina. Kemudian serangan Jepang juga diarahkan ke Indonesia. Serangan terhadap Indonesia bertujuan untuk mendapatkan cadangan logistik dan bahan industri perang, seperti minyak bumi, timah, dan aluminium. Sebab, persediaan minyak di Indonesia diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan Jepang selama Perang Pasifik. Perlu dipahami bahwa pada saat Jepang ini memasuki Indonesia sudah membawa kultur dan ideologi fasisme.
Jepang sudah menjadi negara fasis. Fasis—fasisme adalah
paham atau ideologi. Fasisme dapat dimaknai sebagai sistem (sistem
pemerintahan), di mana semua kekuasaan berada pada satu tangan seorang yang
diktator dan otoriter. Dalam mengembangkan kehidupan berbangsa menjadi sangat
nasionalistik (chauvinistik), elitis, dan rasialis. Penataan kehidupan sosial
dan ekonomi sangat ketat, sentralistik dalam sebuah korporasi pemerintah yang
otoriter di bawah pemimpin yang diktator. Fasisme ini mula pertama berkembang
di Italia pada tahun 1922 dengan tokohnya Benito Mussolini. Kemudian pada tahun
1933 berkembang di Jerman, yang selanjutnya berkembang juga di Jepang. Pada
Januari 1942, Jepang mendarat dan memasuki Indonesia.
Tentara Jepang ini masuk ke Indonesia melalui Ambon dan
menguasai seluruh Maluku. Meskipun pasukan KNIL (Koninklijk Nederlandsch
Indisch Leger) dan pasukan Australia berusaha menghalangi, tapi kekuatan Jepang
tidak dapat dibendung. Daerah Tarakan di Kalimantan Timur kemudian dikuasai
oleh Jepang bersamaan dengan Balikpapan (12 Januari 1942). Jepang kemudian
menyerang Sumatra setelah berhasil memasuki Pontianak. Bersamaan dengan itu
Jepang melakukan serangan ke Jawa (Februari 1942). Pada tanggal 1 Maret 1942,
kemenangan tentara Jepang dalam Perang Pasifik menunjukkan kemampuan Jepang
dalam mengontrol wilayah yang sangat luas, yaitu dari Burma sampai Pulau Wake
di Samudra Pasifik. Setelah daerah-daerah di luar Jawa dikuasai, Jepang memusatkan
perhatiannya untuk menguasai tanah Jawa sebagai pusat pemerintahan Hindia
Belanda.
Untuk menghadapi gerak invasi tentara Jepang, blok sekutu
yang terdiri atas Belanda, Amerika Serikat, Australia, dan Inggris membentuk
Komando Gabungan Tentara Serikat yang disebut ABDACOM (American British Dutch
Australian Command) yang bermarkas di Lembang. Letnan Jenderal Ter Poorten
diangkat sebagai Panglima ABDACOM. Namun kekuatan ABDACOM tidak mampu
menyelamatkan Hindia Belanda dari kekalahan. Sementara itu, Gubernur Jenderal
Carda (Tjarda) pada Februari 1942 telah mengungsi ke Bandung.
Dalam pertempuran di Laut Jawa, Angkatan Laut Jepang
berhasil menghancurkan pasukan gabungan Belanda-Inggris yang dipimpin oleh
Laksamana Karel Doorman. Sisa-sisa pasukan dan kapal Belanda yang berhasil
lolos terus melarikan diri menuju Australia. Sementara itu, Jenderal Imamura
dan pasukannya mendarat di Jawa pada tanggal 1 Maret 1942. Pendaratan itu
dilaksanakan di tiga tempat, yakni di Banten dipimpin oleh Jenderal Imamura
sendiri. Kemudian pendaratan di Eretan Wetan-Indramayu dipimpin oleh Kolonel
Tonishori, dan pendaratan di sekitar Bojonegoro dikoordinasi oleh Mayjen
Tsuchihashi.
Tempat-tempat tersebut memang tidak diduga oleh Belanda jika
ternyata digunakan pendaratan tentara Jepang. Sementara itu Jepang tidak
menyerang Jakarta, karena pada saat itu Jakarta disiapkan oleh Belanda sebagai
kota terbuka. Untuk menghadapi pasukan Jepang, sebenarnya Sekutu sudah
mempersiapkan diri, yaitu antara lain berupa tentara gabungan ABDACOM, ditambah
satu kompi Kadet dari Akademi Militer Kerajaan dan Korps Pendidikan Perwira
Cadangan di Jawa Barat. Di Jawa Tengah, telah disiapkan empat batalion
infanteri, sedangkan di Jawa Timur terdiri tiga batalion pasukan bantuan
Indonesia dan satu batalion marinir, serta ditambah dengan satuan-satuan dari
Inggris dan Amerika. Meskipun demikian, tentara Jepang mendarat di Jawa dengan
jumlah yang sangat besar, berhasil merebut tiap daerah hampir tanpa perlawanan.
Pasukan Jepang dengan cepat menyerbu pusat-pusat kekuatan
tentara Belanda di Jawa. Tanggal 5 Maret 1942 Batavia jatuh ke tangan Jepang.
Tentara Jepang terus bergerak ke selatan dan menguasai kota Buitenzorg (Bogor).
Dengan mudah kota-kota di Jawa yang lain juga jatuh ke tangan Jepang. Akhirnya
pada tanggal 8 Maret 1942 Jenderal Ter Poorten atas nama komandan pasukan
Belanda/Sekutu menandatangani penyerahan tidak bersyarat kepada Jepang yang
diwakili Jenderal Imamura. Penandatanganan ini dilaksanakan di Kalijati,
Subang. Penyerahan Belanda kepada Jepang kemudian dikenal dengan Kapitulasi
Kalijati. Dengan demikian, berakhirlah penjajahan Belanda di Indonesia.
Kemudian Indonesia berada di bawah pendudukan tentara Jepang. Gubernur Jenderal
Tjarda ditawan. Namun, Belanda segera mendirikan pemerintahan pelarian (exile
government) di Australia di bawah pimpinan H.J. Van Mook.
Menyimak dari gerakan tentara Jepang untuk menguasai Indonesia berlangsung begitu cepat itu memang menarik. Hal ini ada kaitannya dengan perkembangan sebelumnya. Sejak Jepang atau Negeri Sakura atau Negeri Matahari Terbit berkembang menjadi negara industri dan tampil sebagai imperialis, Jepang mulai membutuhkan daerah-daerah baru. Salah satu daerah baru yang dimaksud adalah Indonesia. Keinginan Jepang untuk menguasai Indonesia karena Indonesia kaya akan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan industri Jepang. Jepang dengan slogan Hakko Ichiu yang diperkenalkan oleh Kaisar Jimmu adalah doktrin untuk menguasai dunia dan satu-satunya kekaisaran.
Doktrin Hakko Ichiu ini kemudian dimodifikasi sebagai alat
propaganda dan alat politik untuk mencapai tujuan pemerintah Jepang. Slogan ini
juga diilhami oleh ajaran Shintoisme yang menerima dan memadukan semua tradisi
termasuk kehidupan spiritual yang masuk ke Jepang, tanpa menghilangkah tradisi
aslinya. Hakko ichiu telah menjadi slogan dan ajaran tentang kesatuan keluarga
umat manusia. Ajaran ini diterjemahkan bahwa Jepang sebagai negara maju
bertanggung jawab untuk membentuk kesatuan keluarga umat manusia dengan
memajukan dan mempersatukan bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia.
AjaranHakko ichiu diperkuat oleh keterangan antropolog yang menyatakan bahwa
bangsa Jepang dan Indonesia serumpun. Untuk merealisasikan keinginannya itu,
maka sebelum gerakan tentara Jepang itu datang ke Indonesia, Jepang sudah
mengirim para spionase untuk datang ke Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya.[zo]