Sejarah Lengkap Orde Baru dan Orde Reformasi

Sejarah Lengkap Orde Baru dan Orde Reformasi- Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno.  Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), Soeharto mulai berkuasa danmemperkenalkan sistem politik barunya yang disebut dengan Demokrasi Pancasila. Pemerintahan ini, secara formil berlandaskan adaPancasila, UUD 1945, dan Tap MPRS. Orde baru berencana merubah kehidupan sosial dan politik dengan landasan ideal Pancasila dan UUD 1945. Tahapan yang dijalani orde baru adalah merumuskan dan menjadikan Pancasila sebagai ideologi Negara, sehingga pancasila membudaya dimasyarakat. Ideologi pancasila bersumber pada cara pandang integralistik yang mengutamakan gagasan tentang Negara yang bersifat persatuan. Sehingga pancasila diformalkan menjadi satu-satunya asas bagi organisasi kekuatan politik dan organisasi keagamaan-kemasyarakatan lainnya. Dan kesetiaan kepada ideologi-ideologi selain pancasila.
Pada prakteknya banyak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan demokrasi pancasila, seperti rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hampir tidak pernah terjasi, kecualiyang terdapat pada jajaran yang lebih rendah, seperti Gubernur, Bupati atau Walikota, Camat, dan Kepala Desa. Selama Orde Baru hanya terjadi perubahan pada jabatan wakil presiden, sementara pemerintahan secara esensial masih tetap sama.
Rekruitmen politik tertutup, Pengisisn jabatan di Lembaga Tinggi Negara, seperti MA, BPK,DPA, dan jabatan-jabatan dalam birokrasi, dikontrol sepenuhnya oleh lembaga kepresidenan. Pemilu pada masa Orde Baru dilangsungkan sebanyak enam kali, dengan frekuensi yang teratur, yaitu lima tahun sekali. Tetapi apabila kita berbicara mengenai kualitas penyelenggaraannya, masih jauh dari unsur  demokrasi. Pemilu pertama sampai dengan yang terakhir, dibuat sedemikian rupa sehingga Golkar memenangkan pemilihan dengan mayoritas mutlak (afan Gaffar, 2001:33) Di bidang politik, Presiden Soeharto melakukan penyatuan partai-partai politik sehingga pada masa itu dikenal tiga partai politik yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dalam upayanya menyederhanakan kehidupan berpolitik di Indonesia sebagai akibat dari politik masa presidenSoekarno yang menggunakan sistem multipartai yang berakibat pada jatuh bangunnya kabinet dan dianggap penyebab mandeknya pembangunan. Kemudian dikeluarkan UU Politik dan Asas tunggal Pancasila yang mewarnai kehidupan politik saat itu. Namun dalam perjalanannya, terjadi ketimpangan dalam kehidupan politik di mana muncullah istilah "mayoritas tunggal" di mana Golkar dijadikan partai utama dan mengebirikan dua parpol lainnya dalam setiap penyelenggaraan pemilu.

Selama Orde Baru, pemerintah melarang pembentukan partai baru dan juga melarang partai-partai politik membentuk kepengurusannya di pedesaan, serta melarang para pegawai negeri sipil serta militer menjadi anggota atau pengurus partai politik. Sejumlah larangan ini, bertujuan membebaskan masyarakat Indonesia dari pengelompokkan berdasarkan keberpihakan kepada salah satu partai, sebagaimana yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Lama. Namun, peraturan ini ternyata  menguntungkan Golkar, karena didalam UUD Golkar tidak disebutkan sebagai partai Pengangkatan Jend. Soeharto sebagai presiden (brainly.co.id) politik, tetapi mewakili golongan karya. Akibatnya, Golkar menguasai birokrasi pemerintahan, ABRI, dan wilayah pedesaan, melalui kepala desa yang berada dibawah koordinasi kementrian Dalam Negeri.  Selama orde baru, hak-hak politik warga negara tidak diberi tempat. Tidak ada kebebasan pers. Pemerintah melakukan control yang sangat ketat . Sementara itu, masyarakat yang mempunyai pendapat berbeda dengan pemerintah maka akan dicap sebagai makar dan dapat dipenjarakan. 
Pada era Orde Baru, kebijakan luar negeri yang condong ke negara-negara blok Timur ditinggalkan oleh Soeharto. Sebagai langkah pertama, Indonesia masuk kembali menjadi anggota PBB. Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk mencegah agar Indonesia tidak menjadi Negara yang terkucil dari masyarakat Internasional, dan juga sebagai langkah perdamaian dengan Malaysia. Perubahan politik luar negeri Indonesia, memang menghilangkan ketegangan di kawasan Asia, khususnya di Asia Tenggara. Apalagi ketika kawasan ini melahirkan sebuah organisasi regional, pada 8 Agustus 1967 yang dinamakan ASEAN di Bangkok Thailand.  Perkembangan dan pertumbuhan media massa atau pers di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan dan pertumbuhan sistem politik dinegara ini. Bahkan sistem pers di Indonesia merupakan sub sistem dari sistem politik yang ada (Muis, 2000 : 23) Di negara dimana sistem persnya mengikuti sistem politik yang ada, maka pers cenderung bersikap dan bertindak sebagai “balancer” (penyeimbang) antara kekuatan yang ada. Tindakan atau sikap ini bukan tanpa alasan mengingat pers di negara berkembang seperti di Indonesia mempunyai banyak pengalaman bagaimana mereka mencoba mempertahankan keberadaannya sebagai pers yang bebas dan bertanggung jawab. Tetapi pers pada masa Orde Baru kebebasannya sangat dikekang oleh pemerintah. Pers tidak diperbolehkan memberitakan mengenai berita miring yang berada di seputar pemerintahan, jika ada yang berani mengkritik atau mempublikasikan mengenai pemerintahan pada saat itu ada sebuah ancaman keras dan tentu juga akan mengancam penerbitannya. Selain itu adanya televisi sebagai pendukung kekuasaan pemerintah, misalnya saja stasiun televisi yang dikuasai oleh pemerintah yaitu TVRI. Di ranah media cetak, pemerintah dengan berbagai peraturannya membredel media yang berseberangan dengan pemerintah.  Juga poster, atau pamflet, bahkan grafiti sekalipun, yang bernada mengancam pemerintah akan segera ditindak. Apa yang mereka tulis atau mereka gambar dianggap menganggu stabilitas atau tindakan subversif.  Bentuk lain dari kekuasaan negara atas media pers di tanah air adalah munculnya SIUPP yakni Surat Izin untuk Penerbitan
Pers.  Tanggal 21 Juni 1994, beberapa media massa seperti Tempo, detik,  dan editor dicabut surat izin penerbitannya atau dengan kata lain dibredel setelah mereka mengeluarkan laporan investigasi tentang berbagai masalah penyelewengan oleh pejabat
pejabat Negara. Pembredelan itu diumumkan langsung oleh Harmoko selaku Menteri Penerangan pada saat itu. Meskipun pada saat itu pers benarbenar diawasi secara ketat oleh pemerintah, namun ternyata banyak media massa yang menentang politik serta kebijakan-kebijakan pemerintah, dan perlawanan itu ternyata belum berakhir. Tempo misalnya, berusaha bangkit setelah pembredelan bersama para pendukungnya yang anti rezim Soeharto.
Pada masa Orde Baru, Indonesia melaksanakan pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan.Tujuannya adalah terciptanya masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan pembangunan bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yang isinya meliputi hal-hal berikut : (1)  Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, (2) Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan (3) Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Pembangunan Nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional disusun Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu 25-30 tahun. Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun 1969 – 1994. Sasaran utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan tercapainya struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian. Selain jangka panjang juga berjangka pendek, setiap tahap berjangka waktu lima tahun. Tujuan pembangunan dalam setiap pelita adalah pertanian, yaitu meningkatnya penghasilan produsen pertanian sehingga mereka akan terangsang untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari yang dihasilkan oleh sektor industri. Sampai tahun 1999, pelita di Indonesia sudah dilaksanakan sebanyak enam kali.
Dalam membiayai pelaksanaan pembangunan, tentu dibutuhkan dana yang besar. Di samping mengandalkan devisa dari ekspor nonmigas, pemerintah juga mencari bantuan kredit luar negeri. Dalam hal ini, badan keuangan internasional IMF berperan penting. Dengan adanya pembangunan tersebut, perekonomian Indonesia mencapai kemajuan. Meskipun demikian, laju pertumbuhan ekonomi yang cukup besar hanya dinikmati para pengusaha besar yang dekat dengan penguasa. Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan pemerataan dan landasan ekonomi yang mantap sehingga ketika terjadi krisis ekonomi dunia sekitar tahun 1997, Indonesia tidak mampu bertahan sebab ekonomi Indonesia dibangun dalam fondasi yang rapuh. Bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi dan krisis moneter yang cukup berat. Bantuan IMF ternyata tidak mampu membangkitkan perekonomian nasional.  Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru tahun 1998. Pemerintah orde baru memperluas kekuasan mereka atas kehidupan sosial masyarakat melalui tentara. TNI memiliki struktur organisasi yang menempatkan mereka sampai ke desa-desa. Dengan begitu, TNI mengawasi dan mempengaruhi seluruh kehidupan sosial warga Negara. Mereka juga meyusup ke kelompok-kelompok sosial untuk memastikan bahwa tidak membahayakan Negara. Sementara itu, rakyat Indonesia makin tidak memiliki kesadaran akan politik, sehingga hubungan antar warga bersikap steril terhadap politik. Apalagi masyarakat lebih menggemborkan masalah pembangunan dan ekonomi daripada masalah politik.
Pada Orde Baru Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing  di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi
mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian  Bahasa Mandarin  dilarang meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan
pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. 
Agama tradisional Tionghoa  dilarang, akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah. Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangandilakukan.Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya. 
Pemerintah mengontrol bidang kebudayaan yang dianggap bertentangan atau membahayakan kebudayaan Nasional akan dihapus. Selain itu juga mengontrol kerja dan produksi kebudayaan. Seniman tidak bisa  seenaknya menghasilkan karya seni, demikian juga puisi dan pementasan-pementasan seperti teater koma, harus ada izin tertulis dari aparat keamanan. 
Berakhirnya Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita Orde Baru. Pada awal tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalamUUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi.
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila, namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya. Artinya,demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk penguasa. Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis.  Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang politik,dalam bidang hukumpun, pemerintah juga melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasadan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa, kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yang menyatakanbahwa “kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)”.
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ternyata, ekonomi Indonesia tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi Indonesi adiawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dan pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.00 menjadi Rp 2,603.00 per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp 5,000.00 per dollar, dan bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.00 per dollar. 
Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah. Ketimpangan perekonomian Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial. Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, dan rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentanterhadap krisis sosial. Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa, tuntutan utama demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu meninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”. 
Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak  untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi. 

Masa Reformasi
Reformasi adalah sebuah gerakan yang menuntut perubahan mendasar untuk memperbaiki keadaan. Oleh karena itu, untuk memperbaiki keadaan, perlu dilakukan perubahan yang mendasar terhadap segala bidang. Setelah presiden Soeharto turun tahta pada tanggal 12 Mei 1998, dimulailah era reformasi di Indonesia. Setelah Soeharto turun, pemerintahan dipegang oleh Presiden B.J. Habibie, yang tidak berlangsung lama, karena rakyat dan anggota MPR/DPR menganggap Habibie masih merupakan warisan Orde Baru. Untuk mereformasi DPR, tanggal 7 Juni 1999, diselenggarakan pemilihan umum anggota DPR yang diikuti 48 partai. Pada era Presiden Habibie,timor timur yang menjadi provinsi ke-27,memisahkan diri dari NKRI Terlepasnya timor timur menjadi factor utama    penolakan
MPR atas pidato pertanggungjawabanya pada bulan oktober 1999 dan B J Habibie akhirnya mengundurkan diri dari bursa calon presiden. Tetapi pada hakekatnya, sidang umum tersebut, bermaksud untuk menurunkan pemerintahan Habibie, dan hasil sidang tersebut menolak pertanggungjawaban Habibie. Praktis masa pemerintahan Presiden Habibie merupakan yang paling singkat, lebih kurang 1 tahun.   Jabatan presiden dilanjutkan kepada Abdurrahman Wahid, yang dilantik pada tanggal 20 Oktober 1999. Terpilihnya Abdurrahman Wahid-Megawati secara legalitas formal telah menandakan lahirnya periode baru. Pasangan Gus Dur –Megawati sebenarnya dinilai ideal dilihat dari aspek wawasan. Pasangan ini membentuk Kabinet Persatuan Nasional yang dilantik tanggal 28 oktober 1999. Terlepas dari adanya kekecewaan karena dihapuskanya Departemen Penerangan dan Departemen sosial, kabinet ini mendapat dukungan dari berbagai kalangan. Pada masa orde baru persoalan yang sangat menonjol adalah masalah korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), pemulihan ekonomi, masalah BPPN, kinerja  BUMN, pengendalian inflasi, mempertahankan kurs rupiah, masalah jaringan pengamanan social (JPS), munculnya masalah disintegrasi, konflik etnis antar umat beragama, penegakan hukum, dan penegakan hak asasi manusia(HAM).
Muncul kasus Bruniegate yang mengakibatkan kredibilitas rakyat terhadap Gus Dur turun drastis dan puncak kekecewaan DPR terbukti dengan dikeluarkannya Memorandum pertama untuk presiden Gus Dur, pada tanggal 1 Februari 2001 yang disusul dengan Memorandum kedua pada tanggal 30 april 2001. Presiden Gus Dur terkenal dengan sikapnya yang controversial, bukan memberi laporan tetapi memgeluarkan maklumat yang isinya membekukan lembaga MPR dan DPR. Puncak jatuhnya Gus Dur dari
kursi kepresidenan terjadi ketika MPR atas usulan DPR untuk mempercepat   sidang istimewa MPR, yang menilai presiden Gus Dur telah melanggar Tap No.VII/MPR/2000, karena menetapkan Komjen (pol) Chaerudin sebagai pemangku sementara jabatan Kapolri.
Pada sidang Istimewa tanggal 23 juli 2001, Megawati Soekarno Putri terpilih sebagai Presiden RI menggantikan Gus Dur berdasarkan TAP MPR No.3 Tahun 2001 dan Hamzah Has ketua umum PPP terpilih sebagai wakil presiden RI. Pada pemerintahanya banyak persoalan yang harus dihadapi salah satunya pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Untuk mengatasi persoalan tersebut: Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$5,8 miliar pada pertemuan Paris Club ke-3 tanggal 12 april 2002. Melalui kebijakan pemulihan keamanan, situasi Indonesia menjadi tenang, dan Presiden Megawati berhasil menaikkan pendapatan per kapita cukup signifikan.
Untuk pertama kalinya  Indonesia melaksanakan pemilu sebanyak dua kali yaitu untuk  memilih anggota legislative dan memilih presiden secara langsung. Pemilu 2004 yang diselenggarakan pada 5 April 2004 diikuti oleh 24 partai politik, setelah melaksanakan   pemilu legislative, dilanjutkan   dengan pemilihan Calon presiden dan wakil presiden. Kandidat Presiden dan juga Wakil Presiden pada pemilu 2004 adalah  Megawati-Hasyim Muzadi didukung oleh PDIP, Wiranto-Salahudin Wahid didukung partai Golkar, Amien Rais- Siswono didukung Partai Amanat Nasional, Hamzah Haz-Agum Gumelar didukung Partai Persatuan Pembangunan, Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla  didukung partai Demokrat. Pemilu tersebut dimenangkan oleh pasangan SBY-Jusuf Kalla dan Mega Hasyim, akhirnya dilaksanakan pemilu putaran ke2 dan dimenangkan oleh pasangan SBY–Jusuf Kalla. Susilo Bambang Yudhoyono dilantik sebagai presiden ke-6 Republik Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2004, kebijakan yang ditempuh pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono : (1) Ketika dilantik sebagai presiden, ekspor hingga oktober 2004 menjadi naik jika dibandingkan dengan  Kebijakan soal Aceh ditunjukkan oleh presiden dengan memperpanjang status darurat sipil, (3) Pelunasan utang terhadap IMF pada bulan oktober 2006 dilaksanakan dalam dua tahap, (4) Pada masa

pemerintahanya presiden SBY menaikkan harga BBM sebanyak tiga kali, dan (5) Kenaikan harga BBM dilakukan guna mengurangi subsidi BBM. Pada masa pemerintahannya dilaksanakan pemelihan umum  yang dilaksanakan dari pemilu legislatif dan pemilihan presiden secara langsung.[gs]