Perlawananan Pattimura

Perlawananan Pattimura- Pada tahun 1817, terjadi perubahan penguasaan di Indonesia. Belanda kembali berkuasa di Indonesia menggantikan Inggris. Perkembangan itu telah menggelisahkan masyarakat Maluku. Belanda menerapkan kebijakan yang sangat berbeda dengan Inggris. Rakyat pun kecewa, rakyat dipaksa menyerahkan berbagai macam hasil bumi, seperti kopi dan rempah-rempah. Rakyat mendapat bayaran yang sangat kecil, bahkan kadang kadang tidak dibayar. Pada bulan Mei 1817, rakyat Maluku di Saparua melancarkan perlawanan yang dipimpin oleh Thomas Matulessy atau patimura. Thomas Matulessy dilahirkan di Haria, Pulau Saparua Maluku. 
Pada tahun 1783. Pada masa pemerintahan Inggris, Patimura masuk dinas militer berpangkat sersan (Johan 2014). Poesponegoro (2010) dalam (Johan 2014) menceritakan “Di Pulau Saparua pertemuan-pertemuan pertama dilakukan di sebuah tempat yang dinamakan Hutan Kayuputih”, Sehari sebelum penyerbuan ke benteng Duurstede, mereka berkumpul untuk merundingkannya dan memilih pemimpin perangnya pada tanggal 14 Mei 1817. Para pemuda dan penguasa-penguasa desa(raja atau patih dan orang kaya) memutuskan untuk menghancurkan pusat kekuasaan kolonial di benteng Duurstede yang terletak di Pulau Saparua. Keputusan yang sangat dirahasiahkan ini diteruskan kepada setiap negeri di pulau itu. Selain itu, dalam musyawarah di tempat itu mereka juga memilih Thomas Matulesy sebagai pimpinan perang dengan julukan Pattimura. Pada malam hari tanggal 15 Mei 1817 para pemuda Saparua dibawah pimpinan Patimura, mulai melakukan perlawanan terhadap Belanda. Mereka membakar perahu-perahu pos di pelabuan. Setelah itu, mereka mengepung Benteng Duursted. Pada tanggal 16 Mei 1817, Benteng tersebut berhasil diduduki oleh barisan Patimura dan kawan-kawan. Setelah itu, Benteng Deverdijk dapat dikuasai dan Residen Van Der Berg berhasil ditembak mati. Sebagaimana dikemukakan oleh (Poesponegoro et al. 2010 :28), bahwa : “Setiap penghuni benteng tersebut, termasuk Residen Van Der Berg beserta keluarganya tewas...” (Johan 2014). Pada bulan Juli 1817, pihak Belanda mendatangkan bantuan dengan kekuatan yang lebih besar dari Batavia. Pasukan ini dipimpin oleh Laksamana Muda Buykes. Kemudian belanda melancarkan serangan besar-besaran, sehingga pasukan Patimura terdesak oleh Belanda. Pada Bulan Agustus 1817, Patimura terpaksa menyingkir ke hutan dan melakukan perang gerilya. Dengan tipuan muslihat, Belanda berhasil menguasai kembali Benteng Deverdijk pada tanggal 18 November 1817. Belanda juga berhasil menangkap dan menghukum mati kapitan Paulus Tiahahu. Setelah itu, perlawanan lainnya dilakukan oleh pehlawan wanita, yaitu Cristian Martha Tiahahu yang berusia 17 tahun yang pergi ke hutan untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Sekitar bulan November 1817, Patimura terdesak dan akhirnya dapat ditangkap oleh Belanda. Pada tanggal 16 Desember 1817, Patimura dihukum gantung di alun alun Ambon di depan Benteng Victoria.[gs]