Runtuhnya Banten

Runtuhnya Banten Di ujung barat Jawa, kerajaan Banten pada dasarnya kekuasaannya jauh lebih kecil dibandingkan Mataram. Namun kekuatan armada dagangnya jauh lebih kuat dibandingkan Mataram. Pada masa Sultan Ageng (1651-1683) yang dikenal dengan sebutan Sultan Tirtayasa, Banten berhasil membangun armada dagang dengan menggunakan model Eropa. Kapal-kapalnya yang menggunakan surat jalannya melayari jalur-jalur perdagangan Nusantara. Bahkan dengan menjalin hubungan baik dengan Inggris, Denmark dan Cina, Banten dapat berdagang dengan Persia, India, Siam, Vitenam, Cina, Filipina, dan Jepang. Fakta ini sekaligus menunjukkan bahwa sampai menjelang akhir abad ke-17, Banten masih mampu melakukan perdagangan internasional jarak jauh, sekaligus mematahkan ambisi VOC yang ingin memonopoli perdagangan lada. Seperti halnya Mataram, kerajaan Banten mengalami kemunduran karena didera konflik dalam negeri, yang kemudian mengundang hadirnya VOC.

Putera Mahkota yang baru naik tahta yang kemudian bergelar Sultan Haji (1682-1687) ternyata memiliki kebijakan politik yang tidak sejalan dengan ayahnya. Jika ayahnya sangat anti VOC, sebaliknya ia ingin menjalin hubungan dengan kongsi dagang Belanda itu. Otomatis ayahnya dan para elit politik Muslim militan lainnya menentang keras kebijakan tersebut. Pertentangan ini akhirnya meledak menjadi konflik terbuka yang disertai tindakan kekerasan. Pada tahun 1680. Ageng Tirtayasa, yang masih diakui oleh sebagian masyarakat Banten sebagai sultan, mengumumkan perang terhadap VOC yang telah menganiaya para pedagang Banten. Sultan Haji yang kedudukannya terjepit karena dijauhi para elit politik dan elit agama Islam, akhirnya menerima semua prasyarat yang diajukan VOC sebelum membantunya. Tuntutan VOC itu antara lain:
  • semua budak-budak yang lari dari Batavia ke Banten harus dikembalikan walaupun sudah menjadi Islam,
  • Semua para perampok yang mengacaukan Batavia harus dihukum dan VOC diberi ganti rugi,
  • Banten harus menarik kembali dukungannya terhadap para pemberontak Mataram yang melawan VOC, dan
  • Banten tidak boleh lagi melakukan hubungan dagang dengan para pedagang lain, terutama pedagang Eropa, kecuali dengan VOC.
Pada bulan Maret 1682 sebuah armada dibawah pimpinan François Tack dan Isaac de Saint-Martin berlayar menuju Banten. Pada waktu itu kekuatan Sultan Haji dalam keadaan kritis, terkepung oleh kekuatan ayahnya. Datangnya bantuan itu menyelamatkannya dan kemudian dengan bantuan kekuatan VOC Sultan Haji berbalik mengusir kekuatan ayahnya ke daerah pedalaman. Usia yang cukup tua rupanya tidak cukup mendukung gerakan Sultan Tirtayasa. Akhirnya pada bulan Maret 1683 dia bersama Syaikh Yusuf ulama asal Makasar tertangkap. Sultan Tirtayasa dibawa ke Batavia, sementara Syaikh Yusuf dibuang ke Tanjung Harapan, Afrika. Tahun 1695 Sultan Tirtayasa meninggal dalam masa tahanannya. Kemenangan Sultan Haji dengan bantuan VOC ini sekaligus mengakhiri masa kejayaan dan kemerdekaan Banten.
Meskipun Sultan Haji telah menerima semua prasyarat VOC, namun para pendukung Sultan Tirtayasa masih terus melakukan perlawanan, antara lain dibawah pimpinan Kyai Tapa dan Ratu Bagus Buang (pewaris tahta Banten yang sempat dibuang VOC). Serangan-serangannya terhadap kepentingan VOC secara sporadis sangat menyulitkan VOC seperti terjadi di Selat Sunda, sekitar Bandung, Bogor (Buitenzorg), dan akhirnya melibatkan diri dalam pemberontakan di Mataram. Setelah itu dia menghilang beserta pengikutnya.
Dengan takluknya Mataram dan Banten, perdagangan di pulau Jawa praktis didominasi oleh VOC, terutama yang berkaitan dengan perdagangan internasional.[gs]