Kronologi Pembantaian Warsidi Lampung - Cihideung merupakan dukuh talangsari III desa Rajabasa Lama kecamatan Way Jepara kabupaten Lampung yang berjarak 90 km dari Bandar lampung. Dukuh seluas 1,5 ha itu dikelilingi oleh kali beringin mirip sebuah pulau. Sebelah utara berbatasan dengan Pakuan Aji, sebelah selatan berbatasan dengan kelahang dan sebelah barat berbatasan dengan pusat desa Rajabasa lama. Keberadaan Anwar Warsidi di Cihedeung bermula pada tahun 1987. Warsidi memperoleh hibah tanah seluas 1,5 ha dari Jayus yang kemudian diatas tanah tersebut didirikan Mushalla dengan luas 6x9 M yang dinamakan Mujahiddin. Disekitar Mushalla didirikan beberapa rumah gubuk dan disitu pengajian-pengajian mulai dirintis. Dalam menjalankan aktivitas pengajiannya Anwar warsidi dibantu oleh Muhammad Utsman (Sarjana teknik Kimia UGM). Dalam perkembangannya kelompok pengajian tersebut berkembang dengan pesat yang diikuti oleh masyarakat yang ada diluar lokasi. Dalam pengajian tersebut dibahas materi-materi Keislaman seperti Al-quran, al-hadis, fiqih, tauhid dan kajian Islam lainya sebagaimana layaknya kajian-kajian Islam di pesantren. Memasuki awal tahun 1988 perkembangan pondok tersebut semakin disempurnakan baik fisik (saran dan prasarana) maupun materi pendidikannya, diantaranya pembenahan pondok semipermanen dengan luas masing-masing 8x16 M dengan jumlah 4 buah dan jumlah jemaah kurang lebih 400 orang. Dan proses selanjutnya keberadaan kelompok pengajian semakin terus menunjukan arah perkembangan yang ditandai dengan semakin banyaknya jemaah yang mengikuti kegiatan tersebut. Sampai awal tahun 1989 jumlah jemaah diperkirakan mencapai 550 orang yang tediri dari anak-anak dan orang dewasa.
Tetapi diawal tahun 1989 ini pula muncul ketegangan anatara pihak pondok pimpinan Anwar warsidi dengan aparatur negara. Menurut keterangan beberapa penduduk , diawali dengan penolakan undangan pihak Anwar Warsidi dari Amir puspa mega (kepala desa rajabasa lama) alasan penolakan tersebut dikarenakan pihak Anwar berpegangan pada hadist yang berbunyi : sebaik-baiknya umaro adalah yang dekat dengan umaro. Penolakan ini dilihat dari sebagai bentuk upaya untuk melawan pemerintah RI dan Amir puspa Mega (kepala desa Rajabasa lama) melaporkan hal tersebut ke Zulkipli (camat Way jepara), koramil Way jepara dan Kodim Lampung tengah.
Ketegangan tersebut terus menerus berlangsung terlebih dengan tidak diberikannya izin kepada kelompok pengajian tersebut saat akan melakukan kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW atau kegiatan peringatan hari besar Islam lainnya oleh kepala desa. Sampai menjelang akhir tahun 1989 suasana ketegangan yang ada belum menunjukan tanda-tanda reda, terlebih ditambah sikap aparatur negara yang tidak simpatik terhadap kelompok tersebut. Tuduhan kelompok tersebut menyimpang dari ajaran agama terus dihembuskan aparat ke masyarakat dan diperkuat oleh tokoh-tokoh agama yang ada saat itu. Seminggu sebelum kejadian pembantaian merupakan puncak dari ketegangan yang ada. Zulkipli (Camat Way jepara ) berdasarkan informasi yang diterimanya mengirimkan surat pada hari Jumat 27 januari 1989 kepada Kapt. Soetiman (danramil Way jepara yang isinya memberitahukan bahwa didesa Cihedeung ada yang melakukan kegiatan yang mencurigakan dengan berkedok pengajian. Atas pengaduan tersebut keesokan harinya sabtu 28 Januari 1989 Kapt. Soetiman memangil Anwar Warsidi (Tokoh pimpinan kelompok pengajian) agar menghadap selambat-lambatnya tanggal 1 Februari 1989.Dan pemanggilan tersebut ditolak dan ia meminta pihak koramil yang datang ketempatnya.
Pada hari Sabtu 4 Pebruari 1989 Zulkipli (camat Way jepara) memanggil kembali Anwar Warsidi untuk menghadap tapi panggilan tersebut kembali ditolak. Penolakan tersebut dikarenakan Anwar tetap berpegangan pada hadis yang berbunyi : Sebaik-baiknya Umaro yang dekat dengan ulama dan sejelek-jeleknya ulama adalah yang dekat dengan umaro. Keesokan harinya Minggu 5 Pebruari 1989 terjadi penyergapan yang dilakukan oleh aparat dari Kodim Lampung Tengah terhadap 6 orang pemuda dari kelompok pengajian tersebut yang sedang bertugas ronda. Mereka dtangkap dan mendapat perlakuan peyiksaan di Makodim Lampung Tengah. Pada saat penyergapan disita 61 pucuk anak panah dan ketapel kayu. Menurut informasi yang didapat 2dari 6 orang tersebut ditembak aparat.
Keesokan harinya, Senin 6 Februari 1989 Mayor E.O Sinaga (Kasdim Lampung Tengah) bersama-sama dengan letkol Hariman S (Kakansospol Lampung Tengah ), Zulkipli (Camat Way jepara ) Kapt. Soetiaman (Danramil way jepara) dan anak buahnya berangkat menuju Ketempat Anwar Warsidi untuk memenuhi undangan yang disampaikan olehnya. Megutip liputan khusus majalah Umaat no.8 thn. IV 31 agustus 1998 halaman 26, saat kunjuangan tersebut dari pihak rombongan aparat memuntahkan peluru kearah santri Anwar Warsidi secara brutal. Atas perlakuan tersebut Anwar Warsidi memerintahkan santrinya untuk membalas menyerang. Akhirnya terjadi bentrokan fisik antara kedua belah pihak dan dalam bentrokan tersebut Kapt. Soetiman meninggal dunia.
Peristiwa tersebut membuat pihak aparat beraksi keesokan harinya , selasa 7 pebruari 1989. Langsung dibawah Komando Kol. Hendro Priyono (saat itu Danrem 043/gatam) dengan kekuatan 6 peleton tentara ,50 orang anggota satuan brimob dan 2 buah helikopter ,aparat melakukan peyerbuan yang didahului dengan pengepungan lokasi Cihedeung dari tiga jurusan pusat Desa rajabasa lama. Kurang lebih pkl. 04.00 Wib peyerbuan dilakukan. Pondok semi permanen yang berjumlah 4 buah yang merupakan tempat penginapan jemaah dan saat itu diperkirakan 1 pondok berisikan 100 orang (terdiri dari anak-anak dan orang dewasa laki-laki dan perempuan) terbakar. Menurut Saksi korban yang selamat dari pembantaian tersebut dan saat kejadian sedang dalam keadaan hamil 6 bulan, munculnya api yang membakar pondok hampir secara berbarengan.
Sementara ditengah kepanikan orang-orang tesebut aparat terus mengeluarkan brondongan tembakan kearah orang-orang tersebut. Hampir dapat dipastikan ratusan orang meningggal akibat pembantaian tersebut, sedikit sekali yang dapat keluar hidup-hidup dengan selamat dan itupun langsung ditangkapi oleh petugas. Dan dalam waktu sekejap seluruh pondok habis terbakar termasuk beberapa rumah penduduk yang kebetulan posisinya berdekatan dengan pondokan. Terjadi pembumi hangusan terhadap Cihedeung. Peyerbuan diperkirakan berlangsung hingga pukul 15.00 WIB dan selanjutnya diikuti dengan penangkapan terhadap orang-orang yang diperkirakan terlibat. Seorang anak yang usianya kurang lebih tujuh tahun dibawa oleh anggota aparat kepelabuhan bakauheni, disana ia dipaksa untuk mengenali dan menunjukan orang-orang yang akan naik atau turun dari kapal yang menurutnya pernah bergaul atau masuk dalam pengajian tersebut.Siapapun orang yang ditunjuknya langsung ditangkap oleh aparat. Terhadap orang-orang yang ditangkap tersebut mereka mendapatkan perlakuan berupa penyiksaan,penganiayaan, dan pelecehan seksual. Selanjutnya mereka ditahan di LP Rajabasa. Tidak semua yang ditangkap tersebut diproses secara hukum tapi tetap dipenjara.Tercatat sebanyak 19 orang dipenjara dalam kurun waktu antara 1 bulan sampai dengan 7 tahun tanpa proses hukum. Sedangkan yang diproses secara hukum tercatat berjumlah 16 orang yang kemudian dipenjarakan Di LP Rajabasa, LP Cipinang, LP Cirebon, Nusa Kambangan. Sedangkan terhadap korban yang meninggal dunia akibat pembantaian, pada hari rabu tanggal 8 Februari 1989 jenazahnya dikuburkan secara massal dibeberapa tempat yang disaksikan oleh penduduk. Tapi 3 bulan kemudian ada kuburan masal yang secara diam-diam digali kembali dan jenazah dalam kuburan tersebut dipindahkan tanpa diketahui dimana dikuburnya kembali. Penduduk menduga yang melakukan penggalian tersebut adalah aparat. Namun ada beberapa tempat yang berhasil diidentifikasikan sebagai kuburan masal atau tempat penimbunan mayat saat pembantaian berlangsung.
Pasca pembantaian dan penguburan , aparat terus melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap orang-orang yang menurutnya bagian dari kelompok pengajian Anwar Warsidi. Upaya tersebut tidak hanya terbatas di Propinsi Lampung tapi sampai keluar Propinsi Lampung seperti DKI Jakarta , Sumatera barat dan Propinsi lainya. Untuk selanjutnya kelompok pengajian Anwar Warsidi diberikan stigmatisasi sebagai GPK Warsidi hingga sekarang .
Catatan investigasi :
- Saat terjadi pembantaian tersebut menurut rencananya kelompok pengajian tersebut akan melakukan pengajian akbar yang tidak hanya diikuti oleh santrinya tapi juga diikuti oleh orang-orang dari pondok pengajian tersebut.
- Diantara para jemaah pengajian Anwar Warsidi , Didentifikasikan salah satu santrinya yang bernama Suyatin merupakan anggota aparat (intel) dengan pangkat kemungkinan kopral yang sengaja melakukan penyusupan dengan menyamar sebagai pengemudi ojek motor. Perannya cukup besar dalam mempengaruhi kelompok pengajian tersebut untuk mempersiapkan senjata seperti anak panah dan bom molotov. Saat peristiwa pembantaian ia keluar dari lokasi tersebut.
- Data Korban pembantaian yang bisa diidentifikasikan berjumlah 246 orang dengan perincian 94 orang berusia dibawah atau sama dengan 17 tahun (anak-anak) dan 152 orang diatas 17 tahun (dewasa) serta 119 orang berjenis kelamin laki-laki dan 127 berjenis kelamin perempuan.
Sumber data :
- Kesaksian para korban yang selamat (nama dirahasiakan)\
- Kesaksian penduduk disekitar lokasi
- Majalah umat Edisi No.5 Thn.IV , 10 Agustus 1998 dan Edisi NO. 8 Thn IV, 31 Agustus 1998.
Laporan pertama KomiteSmalam,saat ini sedang dalam proses pendalaman materi untuk lebih mendekati kesempurnaan dalam mengidentifikasi peristiwa yang sebenarnya terjadi.[ki]